Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
1249 views

Tags

cerita rakyatglnpendekar sejati bukit matahari

Pendekar Sejati Bukit Matahari


  24 Jul 2019 - 11:12 am (6 year ago)
  Content Language : Indonesian
   
Category  : Education

Adik-adik yang baik… Perkenankan saya berkisah tentang anak-anak di suatu kampung dan pada suatu masa, yang sangat berbeda suasananya dengan zaman kita. Di masa itu, anak-anak belum mengenal telepon pintar (smartphone) komputer tablet, dan macam-macam perkakas dunia digital lainnya sehingga dapat dipastikan belum ada yang kecanduan game online, belum ada pula yang mengalami ketergantungan akut pada jaringan Wifi, seperti anak-anak di masa kini. Mereka, anak-anak dari masa lalu itu, adalah para pemburu cerita. Pemburu cerita? Bagaimana caranya mereka berburu cerita? Cerita-cerita macam apa yang mereka incar? Boleh jadi kalian penasaran dan bertanya-tanya seperti itu. Baiklah. Cerita-cerita yang mereka kejar sesungguhnya tidak jauh di hutan belantara, tetapi masih berada di sekitar permukiman mereka. Cerita-cerita itu tidak tersedia dalam bentuk buku, tetapi tersimpan rapi di kantong-kantong ingatan beberapa orang tetua kampung. Itulah sebabnya, setiap hari mereka selalu mengincar waktu senggang tetua-tetua kampung, para pemilik cerita itu. Sambil menunggu sapi piaraan merumput di hamparan padang luas, misalnya, tetua kampung biasanya duduk santai sambil berteduh di bawah pohon yang rindang. Saat itulah satudua anak akan datang menghampirinya. Mereka menawarkan jasa pijatan di wilayah betis, pinggang, atau bahu, untuk sekadar menghilangkan pegal dan linu. Anak-anak itu biasanya mengaju- Pendekar Sejati Bukit Matahari | viii kan sebuah tawar-menawar yang kira-kira bunyinya begini; tetua bercerita, kami menyimak sambil memijat dengan gembira. Pada saat yang sama, anak-anak lain juga mencari tetua lain, waktu luang yang lain, dan mereka akan mendengarkan kisah-kisah yang berbeda. Maka, setiap menjelang senja, mengalirlah sederetan kisah dari mulut para tetua kampung, dan anak-anak pemburu cerita itu merekamnya dengan kemampuan mengingat yang tak perlu diragukan, kisah tentang perseteruan seekor tupai dengan kera betina di musim manggis, hikayat tentang hadiah besar bagi seorang lelaki udik yang bisa menyelamatkan nyawa seorang putri raja, cerita tentang kehebatan Pendekar Telapak Sakti yang sanggup menghadang banjir bandang dengan telapak kakinya atau kisah tentang penyelam muda yang tak pernah muncul lagi ke permukaan, tetapi bertahun-tahun kemudian datang sebagai panglima dari kerajaan ikan. Begitulah pengalaman anak-anak yang setiap hari berburu cerita itu. Mereka tidak pernah bosan mendengar para tetua kampung berkisah dengan caranya masing-masing sebab selalu saja ada kisah baru dari mulut mereka. Pokoknya, sepanjang mereka melihat ada waktu senggang, tetua-tetua itu akan terus diminta bercerita, tentunya dengan imbalan pijatan yang nikmat sepanjang kisah berlangsung. Anehnya, setelah bertahun-tahun waktu berlalu, bahkan hingga anak-anak itu tidak bisa disebut anak-anak lagi, para tetua yang tersisa tetap didatangi oleh anak-anak dari generasi baru dan kantong ingatan dalam kepala mereka tidak pernah kehabisan cerita. Tetua kampung, para pemilik cerita itu, tidak sekali pun mengulang cerita yang sudah pernah dikisahkan, anak-anak pemburu cerita tak pernah mendengar cerita yang diulang-ulang. Setiap cerita yang mereka dengar selalu baru, Pendekar Sejati Bukit Matahari | ix menyegarkan, dan bukan tambal-sulam dari cerita-cerita yang pernah ada sebelumnya. Adik-adik yang manis… Saat ini, sulit membayangkan anak-anak pemburu cerita di zaman ketika semua orang telah begitu bergantung pada telepon pintar. Obrolan di media sosial (tentunya disertai dengan update status, unggah foto, dan semacamnya), game online, atau sekadar berkomentar di linimasa, telah menyita begitu banyak waktu mereka sehingga tak banyak waktu tersisa untuk berselancar di dunia cerita. Sulit membayangkan para tetua kampung, yang di kantong ingatan mereka tersimpan sekian banyak kisah. Jangan-jangan, para tetua kampung itu telah berpulang satu per satu dan para pemburu cerita tidak sempat mewariskan koleksi-koleksi ceritanya pada generasi sesudahnya, mungkin koleksi kisah mereka telah punah, dan tak akan bisa didengar lagi untuk selamanya. Lagi pula, anak-anak masa kini tidak perlu lagi bersusah payah memburu cerita sebab cerita apa pun yang kalian inginkan senantiasa tersedia informasinya di mesin pencari bernama Google. Namun, tetap saja keberlimpahan itu tidak membuat kalian bergairah untuk piknik sesaat ke dunia cerita. Buku-buku cerita mungkin sudah menumpuk di lemari buku kalian, begitu juga dengan e-book cerita anak dari berbagai jenis, mungkin sudah melimpah-limpah di tempat penyimpanan data kalian, tetapi kalian tidak punya waktu yang cukup untuk membacanya berlama-lama. Kalian lebih suka mengikuti gosip-gosip terkini di medsos, daripada mengembara di lautan imajinasi yang ada dalam cerita-cerita itu. Buku ini adalah satu dari lima buku cerita yang dicetak secara bersamaan oleh Balai Bahasa Sumatera Utara. Kisah-kisah Pendekar Sejati Bukit Matahari | x yang di dalamnya mungkin tidak seajaib pengalaman kalian saat berselancar dalam game online, tetapi setidaknya kelima buku ini dapat menyentuh ingatan kalian pada petualangan anak-anak pemburu cerita yang sudah saya kisahkan di atas. Panjang, tetapi tidak sulit untuk diingat. Sederhana, tetapi bila kalian mau menyelam hingga ke ceruk-ceruk kedalamannya, kalian tidak akan mudah melupakannya. Cerita berjudul Cahaya untuk Bonar misalnya, berkisah tentang persahabatan seorang anak bernama Bonar dengan seekor sapi piaraan bernama Poltak. Sapi yang kemudian berjasa menyelamatkan hidup Bonar dari terpaan kemiskinan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Di usia yang masih sangat kanak-kanak, Bonar sudah kehilangan ayah dan tak lama kemudian diikuti pula dengan kepergian ibunya. Poltak, sapi piaraan milik Uwak Haposan, adalah hewan ternak yang setiap hari menemani kesendirian Bonar, terutama saat ia mengembala sepulang sekolah. Dari Uwak Haposan ia memperoleh upah guna meringankan beban orang tuanya dalam menanggung biaya hidup. Namun, waktu Bonar mengurus Poltak tidak banyak sebab ia mesti menjaga ibunya yang sakit-sakitan di rumah, juga merawat kebun pisang, satu-satunya warisan almarhum ayahnya. Suatu ketika Uwak Haposan merasa sapinya sering ditelantarkan oleh Bonar. Pemilik hewan piaraan itu kecewa, dan ia memecat Bonar sebagai pengembala. Kemalangan demi kemalangan yang menimpa Bonar membuat anak itu seperti orang yang sudah jatuh, lalu tertimpa tangga pula. Betapa tidak? Tak lama setelah ia kehilangan pekerjaan dari Uwak Haposan, Bonar ditinggal ibunya untuk selama-lamanya. Maka, anak kecil itu hidup sebatang kara di rumah peninggalan ayah-ibunya. Pendekar Sejati Bukit Matahari | xi Keluarga Lambok, sahabat karibnya, sudah menawarkan agar Bonar tinggal bersama mereka saja supaya hidup Bonar tidak terlalu sepi, tetapi Bonar menolak dengan alasan tidak ingin merepotkan. Bonar ingin belajar mandiri meskipun tentu tidaklah mudah bertahan hidup sebagai yatim-piatu di usia yang semuda itu. Sekolah Bonar tetap berlanjut, cita-citanya yang menjadi petani sukses tak pernah berubah. Teman-teman sekolahnya tak henti-henti bersimpati dengan memberikan perhatian yang tulus. Begitu juga dengan orang tua Lambok, yang sering mengantarkan makanan ke rumah Bonar. Si yatim-piatu itu akhirnya tidak merasa sendiri. Suatu hari, teman kelasnya Sahala, tiba-tiba datang berkunjung. Kepada Bonar, Sahala berkabar tentang sapi piaraannya yang kurus dan tidak sehat. Ia kuatir sekali sapi itu akan mati. Opung (kakek) Sahala baru saja membeli hewan itu dari Uwak Haposan. Dari Lambok, Sahala mendapatkan informasi bahwa orang yang paling dekat dengan sapi itu adalah Bonar. Maka, kedatangan Sahala hari itu mempertemukan Bonar kembali dengan sahabat setianya, Poltak. Di tangan Bonar, Poltak kembali mendapatkan semangat hidupnya. Badannya kembali bugar dan langkahnya semakin gesit. Bahkan beberapa bulan kemudian, Poltak melahirkan seekor anak. Berkat ketekunan Bonar dalam mengurus Poltak, Opung Sahala memberikan anak sapi itu kepada Bonar secara cuma-cuma. Anak sapi itulah yang kemudian menjadi modal bagi Bonar untuk melanjutkan sekolah dan mengejar cita-citanya. Adik-adik yang baik… Di buku yang lain, ada cerita berjudul Bakau Kebaikan, Muncang Kuta, Pendekar Sejati Bukit Matahari, dan Bonar Si Pendekar Sejati Bukit Matahari | xii Penjaga Sungai. Keempat kisah itu menceritakan arti persahabatan di antara anak-anak seusia kalian. Dalam Bonar Si Penjaga Sungai, misalnya, pertemanan yang sejati tidak dapat dihalangi oleh perbedaan suku dan agama. Empat sekawan yang terdiri dari Bonar, Fahmi, Tongat, dan Arini berasal dari adat-istiadat dan agama yang berbeda-beda, tetapi bagi mereka, urusan saling membantu di antara sesama, tidak ada hubungannya dengan agama atau suku. Petualangan yang mereka lalui dalam cerita tersebut sangat berani, yaitu menghentikan penebangan liar yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan sedemikian parah di daerah mereka. Berbagai rintangan harus mereka hadapi, macammacam risiko meski mereka hadang, sebelum akhirnya misi mereka tercapai. Selain tentang arti persahabatan yang dalam, cerita ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya sikap kritis. Ketika para penebang liar mengelabui warga dengan memasang tanda peringatan larangan mandi di sungai  dengan alasan ada buaya ganas  empat sekawan tidak percaya begitu saja. Mereka tak henti-henti bertanya, apakah mungkin di sungai tempat mereka biasa mandi itu ada buaya? Setelah mereka telusuri, akhirnya tersingkap juga kebenaran bahwa larangan itu hanyalah modus agar warga kampung tidak melihat aktivitas penebangan pohon yang berlangsung di jalan menuju sungai tersebut. Kisah tentang persahabatan dapat pula ditemukan dalam cerita berjudul Muncang Kuta. Bermula dari salah seorang siswa bernama Rendi yang keluarganya menjadi korban erupsi Gunung Sinabung. Rumah tempat bernaung hancur, ladang tempat mencari penghidupan porak-poranda, dihantam abu vulkanik, hingga keluarga Rendi terpaksa mengungsi ke tempat yang disediakan oleh pemerintah. Pendekar Sejati Bukit Matahari | xiii Semula Rendi diceritakan sebagai anak yang sedang putus asa dan sudah kehilangan harapan, tetapi teman-teman sekelasnya tak henti-hentinya menghibur dan selalu berusaha meringankan kepayahan yang sedang melanda keluarga Rendi. Sejak itulah Rendi bangkit dari keterpurukan, ia tidak hanya menyelamatkan diri dan keluarganya sendiri. Bersama temantemannya, Rendi bahkan menggalang dana mencari sumbangan, termasuk mendampingi anak-anak seusia mereka dalam menjalani kehidupan yang tentulah tidak normal di pengungsian. Cerita itu mengajarkan kepada kita bukan saja tentang bagaimana merawat persahabatan dengan sesama manusia, melainkan juga menjaga persahabatan dengan alam semesta. Tradisi Muncang Kuta, bagi masyarakat di sekitar Gunung Sinabung, adalah salah satu cara untuk mempertahankan hubungan yang dekat dengan alam. Bersahabat dengan alam mungkin tidak bisa menjamin mereka bebas dari ancaman bencana alam, tetapi paling tidak mereka bisa mengenal gejalagejala alam. Bila sewaktu-waktu alam menunjukkan gejala-gejala yang ganjil, mereka dengan mudah dapat mengatasinya. Adik-adik yang manis Lima cerita yang diterbitkan secara bersamaan ini adalah lima naskah terpilih dalam penjurian sayembara penulisan cerita anak yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Sumatera Utara, pada Februari – Mei 2017. Lebih kurang 70 naskah cerita telah diperiksa tim juri dengan kriteria penilaian yang telah disepakati. Akhirnya diputuskan lima naskah tersebut sebagai naskah terbaik dan kini telah menjadi buku yang berada di tangan adik-adik yang budiman. Dapat diperkirakan usia pembaca kelima cerita tersebut adalah usia Sekolah Dasar (SD), sementara penulisnya adalah Pendekar Sejati Bukit Matahari | xiv orang-orang dewasa dengan latar belakang berbeda-beda. Ada yang berprofesi sebagai guru, sastrawan, dan barangkali juga mahasiswa. Saat membaca cerita-cerita itu, di bagian-bagian tertentu, mungkin kalian bisa merasakan suasana yang berbeda dari lingkungan kanak-kanak. Barangkali pada saat menggarap cerita itu, pengarang hanya dapat membayangkan suasana masa kanak-kanaknya, yang tentu saja berbeda dengan masa kanakkanak kalian sebagai pembacanya. Kadang-kadang cara pengarang bercerita terasa terlalu dewasa, atau setidaknya mendahului usia kalian sebagai pembacanya. Selain itu, hampir di semua cerita, akan kalian temukan bagian-bagian tertentu yang terasa begitu menggurui, sehingga kenyamanan kalian dalam menelusuri kisah-kisahnya mungkin akan sedikit terganggu. Begitulah, tidak gampangnya menyediakan cerita yang benar-benar menyenangkan bagi anak-anak masa kini. Penulis atau sastrawan besar sekalipun, belum tentu berhasil melahirkan cerita anak yang benar-benar dapat memenuhi kebutuhan anakanak di era digital ini. Selain karena mereka telah terbiasa dengan imajinasi visual yang saban hari dapat mereka peroleh dari YouTube, kisah-kisah yang tidak digarap dengan konsep visual yang memadai, tidak akan menarik perhatian mereka. Namun, lima cerita terpilih ini dapat mengingatkan kalian tentang betapa pentingnya hidup bersama dunia cerita. Ada banyak pengetahuan penting yang diam-diam dapat kita peroleh, justru bukan dari buku-buku pelajaran di sekolah, tetapi dari kisah-kisah yang pernah kita baca. Ada banyak teka-teki kehidupan yang dapat dipecahkan, bukan dengan mendengar khotbah dari para ustaz atau agamawan, melainkan justru dari khazanah cerita yang pernah kita selami kedalamannya. Pendekar Sejati Bukit Matahari | xv Di akhir pengantar ini, saya ingin mendoakan adik-adik sekalian, semoga kelak, kalian bukan saja menjadi para pemburu cerita sebagaimana kisah lama di atas, melainkan justru menjadi juru cerita yang andal dan terkemuka.

Link

Pendekar Sejati Bukit Matahari

View Web Embed